Namaste from India: December 2006

Friday, December 15, 2006

Kecanduan Internet di India

Teman saya Govhal Kumar, seorang mahasiswa India bercerita tentang dirinya. Semenjak bisa mengakses internet dengan mudah dari kamar asramanya, dia merasakan perubahan dalam dirinya. Waktu tidur yang kurang, mungkin kurang dari 3 jam tiap harinya karena banyak digunakan untuk online membuat dia kurang segar dibandingkan waktu dulu sebelum akses internet dari kamar asrama ini dimulai.

Laksmi, teman saya yang lainnya, juga mahasiswa India malah mengaku tidak bisa jauh dari laptop Apple-nya. Dia menghabiskan 5 sampai 10 jam setiap hari untuk menjelajah (browsing) di internet. Dia menganggap hal ini suatu keharusan, namun kalau itu suatu keharusan, kenapa teman-teman saya yang lain tidak sampai menghabiskan waktu untuk browsing sebanyak dia.
Lain lagi dosen saya yang perlente Dr. Dypak Karhe, dia tidak pernah terpikir bisa jauh dari ponsel Blackberry-nya. “It doesn’t leave my side”, katanya. He..he..he.. bisa-bisanya dia.

Inilah fenomena baru yang terjadi di India. Saat ini semakin banyak orang India yang mengecek e-mail-nya dengan ditemani secangkir chai (teh) dipagi hari dan masuk ke chatroom dimalam hari. Saya sendiripun tidak luput berperilaku seperti itu.
Menurut laporan I-Cube 2006 yang dikeluarkan oleh Internet and Mobile Association of India dan IMRB International, jumlah “pecandu berat” Internet di India telah berlipat dua lebih sejak tahun 2001. Laporan ini juga menyebutkan, karena sulitnya menarik diri dari Internet, semakin banyak orang India yang beresiko kecanduan Intrenet.

Dr. Nilesh Mahadeo Naphade, seorang psikiater di Pune, Maharashtra - India menyebut ini sejenis Impulse Control Disorder, yaitu dimana ketika kita tidak mampu menahan dorongan hati untuk berselancar di Internet. Perilaku kecanduan Internet yang kompulsif ini telah menarik perhatian dunia. Klinik-klinik untuk masalah ini bermunculan di kota-kota dari Bradford dan Connecticut sampai Amsterdam dan Beijing, begitu juga beberapa universitas telah mendirikan kelompok bimbingan bagi mahasiswa yang tidak dapat melepaskan diri dari jejaring World Wide Web ini.
Sejumlah grup-grup diskusi online, seperti Internet Addicts Anonymous, Gaming Addiction dan Internet Addicts Recovery Club telah dibuat bagi para pecandu Internet ini untuk berbagi pengalaman pribadinya.

Memang belum diketahui pasti, seberapa lama waktu online yang dianggap berbahaya. Tetapi, Maresa Hecht Orzack, direktur Computer Addiction Services di McLean Hospital, Belmont – AS memberi saran bahwa cara terbaik untuk mengukur penggunaan Internet yang berlebihan adalah dengan hilangnya interaksi pada hubungan, karir dan keuangan.

Dalam dua tahun terakhir, ungkap Dr. Indu Harisinghani, seorang terapis keluarga di New Delhi, adanya peningkatan jumlah orang yang percaya bahwa memburuknya hubungan, prestasi di sekolah atau peluang di tempat kerja akibat berjam-jam di Internet. Banyak orang yang merasa terbebani pikiran ber-internet, meskipun selagi mereka tidak sedang ber-internet (offline). Sementara yang lain mengaku harus berbohong untuk menutup-nutupi kebiasaan surfing mereka yang keterlaluan.

Menurut Elias Aboujaoude, direktur Impulse Control Disorders Clinic di Stanford, semuanya berawal dari ngobrol (chatting) yang tak berkesudahan, ngeblog (blogging), browsing, sampai memeriksa e-mail setiap beberapa menit. Ini semua dapat meningkatkan sampai taraf kecanduan internet.
The Stanford Institute for the Quantitative Study of Society (SIQSS) menyatakan bahwa para pemuda dan kaum lajang adalah yang lebih banyak terobsesi dengan internet dan satu jam yang dihabiskan untuk online sama kadarnya dengan mengurangi waktu tatap muka dengan anggota keluarga hampir selama 24 menit dan waktu tidur hampir sekitar 12 menit.

Namun Dr. Naphade percaya bahwa internet bisa menjadi pelarian dari stress dan problem sehari-hari bagi banyak orang. Inilah yang membuat para remaja sampai orang-orang tua diatas 50 thn semakin masuk kedalam kondisi kecanduan internet, katanya.
Para pakar berpendapat bahwa Web (world wide web) dapat menjadi cara bagi mahasiswa atau pelajar untuk menghindari kegagalan dan penolakan yang sering ditemui dalam perkembangan sosial mereka. Kata Dr. Naphade, remaja laki-laki sebagian besar kecanduan situs-situs pornografi dan game online, sementara perempuannya kebanyakan ke situs-situs kencan online. Menurutnya, banyak remaja yang jelas-jelas ingin tahu tentang subyek-subyek seperti sex, kematian, bunuh diri bahkan parapsikologi, dan karena minimnya pengawasan orang tua atau dukungan sebaya, menyebabkan mereka semakin terperosok ke Web. Ini juga yang menumbuhkan konsep seksual abnormal dalam diri remaja, yang akhirnya mendorong mereka ke masalah-masalah seksual, tambahnya.

Menurut Dr. Haringshani, ketika kita merasakan ketidaknyamanan baik secara emosi maupun fisik setelah berhenti surfing, inilah waktunya untuk bertindak. Avers Akila Nagaswamy, seorang psikolog di Bangalore mengatakan Kecanduan Internet (Internet Addiction) adalah lebih merupakan gangguan yang berasal dari prioritas yang bercampuraduk dimana tujuan dan rencana hidup menjadi prioritas kurang penting dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan untuk online. Seperti Pratik Marwah, wirausahawan dari Indore, yang mendapatkan kesenangan dari bermain game online selama lebih 30 sampai 40 jam seminggu. Keluarganya terpaksa melibatkan psikiater ketika berat badannya bertambah dengan cepat dan penampilannya lebih mirip zombie.

Dr. Naphade mengingatkan bahwa surfing Internet yang berlebihan dapat mengarah ke ekstra ketergantungan pada Internet, menambah perasaan kesendirian dan temperamental, kepercayaan diri yang terganggu, mengganggu jam biologis dan menyebabkan penarikan secara sosio-verbal, bahkan menjadi depresi.

Jadi menjauhlah dari Internet ketika dia mulai menguasai diri anda !

PS : Buat teman-teman saya, terutama di kamar S11 dan S12,
hati-hati jangan terlalu tenggelam di Internet, nanti kecanduan. He..he..he.
Oh ya, ada salam dari Gophal Kumar untuk kalian, “kapan kita reunian ?”, katanya.







S9, Khosla Bhawan, lewat tengah malam, disaat Winter mulai menggigit.


Labels: ,


Read more!

Sunday, December 10, 2006

SISTEM KASTA INDIA MODERN

Para pemimpin India dewasa ini telah menentukan bahwa India akan menjadi sebuah negara yang demokratis, sosialis dan sekuler. Menurut undang-undang, ada pemisahan antara agama dan negara. Tindakan penghinaan atau pendiskriminasian terhadap seseorang berdasarkan kastanya sangat dilarang. Bersamaan dengan hukum ini, pemerintah menerapkan Diskriminasi Positif bagi kaum tertindas di India.

Diskriminasi Positif (Positive Discrimination / Affirmative Action) adalah kebijakan / program pemerintah yang bertujuan untuk mengkoreksi praktek diskriminasi dimasa lalu dan sekarang melalui tindakan-tindakan aktif untuk menjamin persamaan hak untuk memperoleh kesempatan di dalam pekerjaan dan pendidikan.

Saat ini masyarakat India juga lebih fleksibel dalam pengaturan sistem kasta mereka. Umumnya masyarakat perkotaan di India tidak terlalu peduli dalam sistem kasta dibandingkan masyarakat pedesaan. Di kota-kota bisa terlihat orang dari kasta yang berbeda berinteraksi satu sama lain, sementara di beberapa desa masih ada diskriminasi yang didasarkan kasta dan seringkali juga terhadap kaum paria atau kaum diluar kasta (untouchable). Kadang-kadang baik didesa maupun dikota, masih seringkali terjadi bentrokan sehubungan dengan ketegangan antar kasta. Kasta tinggi menyerang kasta rendah yang berani untuk mengangkat status mereka. Akibatnya Kasta rendah menjauhkan diri dari Kasta tinggi.

Di India modern, istilah Kasta (caste), diperkenalkan oleh Kolonial Inggris yang menguasai India sampai 1947. Inggris yang ingin menguasai India, secara efisien membuat daftar masyarakat India. Mereka menggunakan dua istilah untuk menggambarkan komunitas India, yaitu Caste dan Tribes. Istilah Kasta digunakan untuk Jat dan Varna. Tribes adalah komunitas yang hidup di kedalaman hutan, rimba dan pegunungan yang jauh dari keramaian dan juga bagi komunitas yang sulit untuk diberi kasta contohnya komunitas yang mencari nafkah dari mencuri atau merampok. Daftar-daftar inilah yang dipakai juga oleh Pemerintah India untuk menciptakan daftar komunitas yang diberlakukan Diskriminasi Positif.

Masyarakat India dari golongan elit digolongkan kasta tinggi. Komunitas lain diklasifikasikan kasta rendah atau kelas rendah. Kelas rendah ini dibagi lagi dalam 3 kategori. Kategori pertama disebut Scheduled Castes (SC), atau disebut juga Dalit. Yang masuk kategori ini adalah masyarakat dari luar kasta (paria). Kaum ini eksis di tingkatan yang sangat rendah. Sampai akhir tahun 80-an, mereka disebut Harijan, artinya anak Tuhan. Julukan ini diberikan oleh Mahatma Ghandi pada mereka agar masyarakat dapat menerima kaum paria ini diantara mereka.

Kategori kedua adalah Scheduled Tribes (ST). Kategori ini termasuk didalamnya masyarakat yang tidak menerima sistem kasta dan lebih suka hidup di kedalaman hutan, rimba dan pegunungan di India, jauh dari keramaian masyarakat. ST juga disebut Adivasis yang berarti penduduk asli. Untuk golongan ini Ghandi memberi nama Girijan, yang artinya orang2 bukit. Masyarakat ST ini banyak terdapat di negara bagian Orissa, Bihar, Jharkhand dan di negara bagian ujung timur laut india, Mizoram.

Kategori ketiga sering disebut Other Backward Classes (OBC) atau Backward Classes. Kategori ini termasuk didalamnya kasta dari Sudra Varna dan juga mantan paria yang telah pindah dari Hindu ke agama lain. Kategori ini juga mencakup nomad dan tribes yang mencari nafkah dari tindakan kriminal.

Menurut kebijakan pemerintah pusat, tiga kategori ini berhak masuk dalam Diskriminasi Positif. Kadang2 tiga kategori ini didefinisikan bersama sebagai Backward Classes. 15% dari populasi India adalah SC. Menurut kebijakan pemerintah pusat 15% dari pekerjaan dipemerintahan dan 15% dari mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi berasal dari SC. Bagi ST sekitar 7.5% dialokasikan bagi mereka yang memiliki 7.5% dari populasi India. OBC sekitar 50% dari populasi India, namun hanya diberi 27% pekerjaan pemerintah bagi mereka.

Selain pemerintah pusat, pemerintah negara bagian juga menerapkan kebijakan diskriminasi positif ini. Tiap2 negara bagian memiliki proporsi tersendiri untuk diterapkan pada diskriminasi positif ini berdasarkan populasi masing2 negara bagian. Masing2 pemerintah negara bagian memiliki daftar komunitas yang berbeda pula untuk diskriminasi positif ini. Kadang2 komunitas tertentu diberikan hak di satu negara bagian, sementara dinegara bagian lainnya tidak.

Di India modern sekarang, ketegangan mulai timbul karena kebijakan diskriminasi positif ini. Komunitas dari kasta tinggi merasa terdiskriminasi oleh kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan posisi bagi Backward Class. Dalam beberapa kasus, sejumlah kasta tinggi bersaing untuk mendapatkan tempat bagi mereka. Sementara anggota dari BC tidak perlu bersaing sama sekali karena ada sejumlah besar kuota/jatah sudah dipersiapkan bagi mereka. Kadang2 untuk memenuhi kuota ini, kandidat dari kasta rendah diterima meskipun mereka tidak berkompetensi untuk posisi tersebut. Kadang2 juga posisi yang telah dialokasikan ini tetap dibiarkan kosong karena hanya ada beberapa kandidat dari kasta rendah, dan hal inilah menyebabkan ketegangan di antara kasta.
Diantara kasta rendah sendiri ada juga ketegangan terhadap reservasi ini.

Dalam urutan prioritas untuk reservasi bagi Backward Class, adalah sebagai berikut : SC, ST dan OBC. Seperti yang disebutkan diawal, OBC sekitar 50% dari populasi India namun hanya 27% dari OBC ini berhak atas diskriminasi positif menurut kebijakan pemerintah pusat. Beberapa komunitas OBC sedang mengorganisir secara politik agar mereka diakui sebagai BC yang berhak atas diskriminasi positif.

ST yang dianggap sebagai penduduk asli India memegang kepemilikan dan hak2 tertentu terhadap tanah India. Banyak komunitas di India juga asli India dan mereka menuntut hak yang sama seperti ST.

Identitas kasta ini telah menjadi subjek interpretasi politik, social dan hukum. Komunitas yang terdaftar untuk diskriminasi positif ini tetap tidak bisa keluar dari daftar ini meskipun kondisi sosial dan politik mereka telah membaik. Dalam banyak kasus sistem hukum dilibatkan untuk menentukan apakah seseorang tertentu masuk dalam diskriminasi positif.

Namun dengan semua kebijakan diskriminasi positif yang dijalankan ini, sebagian besar masyarakat yang masuk dalam kasta rendah tetap rendah didalam tingkatan sosial pada saat ini. Sementara masyarakat yang berada pada kasta tinggi tetap tinggi dalam hirarki sosial. Sebagian besar pekerjaan rendahan sampai saat ini tetap dikerjakan oleh Dalit, sementara Kaum Brahmana tetap pada puncak hirarki dengan menjadi dokter, insinyur dan ahli hukum di India.

S9, Khosla Bhawan

Labels: ,


Read more!

TIPS dan TUTORIAL MEMBUAT BLOG BAGI PEMULA

•[1]Membuat Blog   •[2]Cara Praktis Promosi Blog (1)   •[3]Cara Praktis Promosi Blog (2)   •[4]Beasiswa Google Adsense   •[5]Kiat Membuat Abstraksi di Blogspot   •[6]Arsip Pull-Down   •[7]Permasalahan Posting Abstraksi   •[8]Pasang Foto di Profile Blogspot    •[9]Memaksimalkan Kerja Blogger   •[10]Membuat Link di Posting & Window Baru   •[11]Aksesoris Blog •[12]Apa itu Feed, RSS dan XML? •[13]Technorati: Direktori blog, Tag & Bookmark Online •[14]Supaya Di-Index Google: Google Sitemaps •[15]Mengapa Juwono Sudarsono nge-Blog •[16]Cara Daftar Google AdSense •[17]Google AdSense Referral •[18]Aggregator Blog Indonesia •[19]Membuat Link di Sidebar •[20]Membuat Menu Pull-Down di Sidebar •[21]Blogger Versi Baru (BETA) •[22]Mengapa Blog Melorot •[23]Daftar Iklan Adbrite •[24]Cara Membuat Marquee •[25]Tip Menulis di Blog •[26]Cara Pasang Kode HTML/Javascript di Blogger Beta •[27]Pasang "Recent Comments" di Sidebar


TIPS MENULIS DI MEDIA:

•[1]Daftar Alamat Email Media Koran    •[2]Bagaimana Memulai Menulis?    •[3]Meresapi Gaya Orang Menulis    •[4]Membina Hubungan dengan Media   •[5]Basis dan Topik Artikel   •[6]Biodata Penulis dan Honor Tulisan •[7]Nulis Buku, Pak Dosen! •[8]Menulis Surat Pembaca •[9]Menulis Artikel Bahasa Inggris


BLOG MAHASISWA & MASYARAKAT INDONESIA DI INDIA

Abdullah Elwazeen  • A. Fatih Syuhud  • Ahmad Qisai   • Aila El Edroos  • Dudi Rahman  • Fadlan Achadan  • Hasbi Assidiqi  • Hery Martono  • Irwansyah Yahya  • Joni Rahalsyah Putra  • Julkifli Marbun  • Jusman Masga  • Khairurrazi   • Lily Mumbai  • Lisa Cochin  • Lukman Nul Hakim  • Mario  • Muhammad Ikhsan   • Mujazin   • Mukhlis Zamzami Chaniago  • Nasha Nadeera Cochin  • Pan Mohamad Faiz  • Purwarno Hadinata  • Putu Widyastuti Rudolf  • Rahmanita   • Rini Ekayati  • Rizqon Khamami  • Saifullah Hayati Nur  • Tasar Karimuddin  • Tylla Subijantoro  • Uci Mumbai  • Umi Kalsum  • YASER AMRI  • Yunita Ramadhana  • Zamhasari Jamil  • Zulfitri  • zulfikar karimuddin 


Insightful Blogger:

A Better World for All: Nadirsyah Hosen    • Agusti Anwar: Opinion Counts    • Ahmad Qisai: Politics and Society   • Eva Muchtar: Pilgrim of Life   • Gus Dur - KH Abdurrahman Wahid   • Hermawan Kartajaya re:thinking marketing   • Indonesia Anonymus    • Indonesia Today by Yosef Ardi   • Jennie S. Bev Author Professor Consultant   • Juwono Sudarsono   • Martin Manurung   • Ong Hock Chuan    • Paras Indonesia    • Sarapan Ekonomi | Indonesia's Economy   • saya--My Philosophy   • WIMAR WITOELAR: Perspektif Orang Biasa   


Global Blog Directory:

Who links to me?  •Global Voices   •Kinja Blogger Indonesia   •Kinja Beasiswa Indonesia   •Blogdigger

Kinja, the weblog guide