
Teman saya
Govhal Kumar, seorang mahasiswa India bercerita tentang dirinya. Semenjak bisa mengakses internet dengan mudah dari kamar asramanya, dia merasakan perubahan dalam dirinya. Waktu tidur yang kurang, mungkin kurang dari 3 jam tiap harinya karena banyak digunakan untuk online membuat dia kurang segar dibandingkan waktu dulu sebelum akses internet dari kamar asrama ini dimulai.
Laksmi, teman saya yang lainnya, juga mahasiswa India malah mengaku tidak bisa jauh dari laptop Apple-nya. Dia menghabiskan 5 sampai 10 jam setiap hari untuk menjelajah (browsing) di internet. Dia menganggap hal ini suatu keharusan, namun kalau itu suatu keharusan, kenapa teman-teman saya yang lain tidak sampai menghabiskan waktu untuk browsing sebanyak dia.
Lain lagi dosen saya yang perlente Dr. Dypak Karhe, dia tidak pernah terpikir bisa jauh dari ponsel Blackberry-nya. “It doesn’t leave my side”, katanya. He..he..he.. bisa-bisanya dia.
Inilah fenomena baru yang terjadi di India. Saat ini semakin banyak orang India yang mengecek e-mail-nya dengan ditemani secangkir chai (teh) dipagi hari dan masuk ke chatroom dimalam hari. Saya sendiripun tidak luput berperilaku seperti itu.
Menurut laporan I-Cube 2006 yang dikeluarkan oleh Internet and Mobile Association of India dan IMRB International, jumlah “pecandu berat” Internet di India telah berlipat dua lebih sejak tahun 2001. Laporan ini juga menyebutkan, karena sulitnya menarik diri dari Internet, semakin banyak orang India yang beresiko kecanduan Intrenet.
Dr. Nilesh Mahadeo Naphade, seorang psikiater di Pune, Maharashtra - India menyebut ini sejenis Impulse Control Disorder, yaitu dimana ketika kita tidak mampu menahan dorongan hati untuk berselancar di Internet. Perilaku kecanduan Internet yang kompulsif ini telah menarik perhatian dunia. Klinik-klinik untuk masalah ini bermunculan di kota-kota dari Bradford dan Connecticut sampai Amsterdam dan Beijing, begitu juga beberapa universitas telah mendirikan kelompok bimbingan bagi mahasiswa yang tidak dapat melepaskan diri dari jejaring World Wide Web ini.
Sejumlah grup-grup diskusi online, seperti Internet Addicts Anonymous, Gaming Addiction dan Internet Addicts Recovery Club telah dibuat bagi para pecandu Internet ini untuk berbagi pengalaman pribadinya.
Memang belum diketahui pasti, seberapa lama waktu online yang dianggap berbahaya. Tetapi, Maresa Hecht Orzack, direktur Computer Addiction Services di McLean Hospital, Belmont – AS memberi saran bahwa cara terbaik untuk mengukur penggunaan Internet yang berlebihan adalah dengan hilangnya interaksi pada hubungan, karir dan keuangan. Dalam dua tahun terakhir, ungkap Dr. Indu Harisinghani, seorang terapis keluarga di New Delhi, adanya peningkatan jumlah orang yang percaya bahwa memburuknya hubungan, prestasi di sekolah atau peluang di tempat kerja akibat berjam-jam di Internet. Banyak orang yang merasa terbebani pikiran ber-internet, meskipun selagi mereka tidak sedang ber-internet (offline). Sementara yang lain mengaku harus berbohong untuk menutup-nutupi kebiasaan surfing mereka yang keterlaluan.
Menurut Elias Aboujaoude, direktur Impulse Control Disorders Clinic di Stanford, semuanya berawal dari ngobrol (chatting) yang tak berkesudahan, ngeblog (blogging), browsing, sampai memeriksa e-mail setiap beberapa menit. Ini semua dapat meningkatkan sampai taraf kecanduan internet.
The Stanford Institute for the Quantitative Study of Society (SIQSS) menyatakan bahwa para pemuda dan kaum lajang adalah yang lebih banyak terobsesi dengan internet dan satu jam yang dihabiskan untuk online sama kadarnya dengan mengurangi waktu tatap muka dengan anggota keluarga hampir selama 24 menit dan waktu tidur hampir sekitar 12 menit.
Namun Dr. Naphade percaya bahwa internet bisa menjadi pelarian dari stress dan problem sehari-hari bagi banyak orang. Inilah yang membuat para remaja sampai orang-orang tua diatas 50 thn semakin masuk kedalam kondisi kecanduan internet, katanya.
Para pakar berpendapat bahwa Web (world wide web) dapat menjadi cara bagi mahasiswa atau pelajar untuk menghindari kegagalan dan penolakan yang sering ditemui dalam perkembangan sosial mereka. Kata Dr. Naphade, remaja laki-laki sebagian besar kecanduan situs-situs pornografi dan game online, sementara perempuannya kebanyakan ke situs-situs kencan online. Menurutnya, banyak remaja yang jelas-jelas ingin tahu tentang subyek-subyek seperti sex, kematian, bunuh diri bahkan parapsikologi, dan karena minimnya pengawasan orang tua atau dukungan sebaya, menyebabkan mereka semakin terperosok ke Web. Ini juga yang menumbuhkan konsep seksual abnormal dalam diri remaja, yang akhirnya mendorong mereka ke masalah-masalah seksual, tambahnya.
Menurut Dr. Haringshani, ketika kita merasakan ketidaknyamanan baik secara emosi maupun fisik setelah berhenti surfing, inilah waktunya untuk bertindak. Avers Akila Nagaswamy, seorang psikolog di Bangalore mengatakan Kecanduan Internet (Internet Addiction) adalah lebih merupakan gangguan yang berasal dari prioritas yang bercampuraduk dimana tujuan dan rencana hidup menjadi prioritas kurang penting dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan untuk online. Seperti Pratik Marwah, wirausahawan dari Indore, yang mendapatkan kesenangan dari bermain game online selama lebih 30 sampai 40 jam seminggu. Keluarganya terpaksa melibatkan psikiater ketika berat badannya bertambah dengan cepat dan penampilannya lebih mirip zombie.
Dr. Naphade mengingatkan bahwa surfing Internet yang berlebihan dapat mengarah ke ekstra ketergantungan pada Internet, menambah perasaan kesendirian dan temperamental, kepercayaan diri yang terganggu, mengganggu jam biologis dan menyebabkan penarikan secara sosio-verbal, bahkan menjadi depresi.
Jadi menjauhlah dari Internet ketika dia mulai menguasai diri anda !
PS : Buat teman-teman saya, terutama di kamar S11 dan S12,
hati-hati jangan terlalu tenggelam di Internet, nanti kecanduan. He..he..he.
Oh ya, ada salam dari Gophal Kumar untuk kalian, “kapan kita reunian ?”, katanya.
S9, Khosla Bhawan, lewat tengah malam, disaat Winter mulai menggigit.
Labels: addiction, internet
Read more!